Ekspor Tekstil Indonesia Bertumbuh

Ekspor Tekstil Indonesia Bertumbuh

Ekspor produk tekstil indonesia mengalami tren kenaikan yang cukup tinggi. Pemerintah menyiapkan berbagai insentif untuk mempertahankan ekonomi di sektor ini.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut B Pandjaitan, dalam acara New Balance Material Summit di Jakarta, pada Selasa 9 Mei 2023 mengatakan, setelah adanya pandemi Covid-19, baik ekspor maupun impor produk tekstil indonesia mengalami tren kenaikan yang cukup tinggi. Untuk itu, pemerintah menyiapkan berbagai insentif untuk mempertahankan ekonomi di sektor tekstil dan produknya.

Menko Luhut menilai, investasi serta perkembangan ekonomi saat ini pun tidak tertutup hanya pada bidang hilirisasi. Melainkan, merambah pula ke bidang industri tekstil. Perkembangan itu, menurutnya, akan memberikan potensi pasar yang menguntungkan bagi industri tekstil di Indonesia.

Ditambah lagi, pertumbuhan ekonomi nasional kini berada di atas 5 persen selama enam bulan berturut-turut. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi itu, Menko Luhut pun meyakini, daya beli masyarakat dan segmen kelas menengah juga tumbuh secara signifikan. Kondisi itu bakal mendorong peningkatan penjualan produk tekstil di dalam negeri.

“Selain itu, reformasi kebijakan investasi yang berkelanjutan telah menarik banyak investasi baru ke dalam negeri. Pemerintah Indonesia akan terus melanjutkan reformasi pada aspek-aspek tersebut,” tutup Menko Luhut.

Sebelumnya, pemerintah juga berupaya mengantisipasi gangguan di industri tekstil akibat penurunan pesanan ekspor. Jumlah pesanan ekspor produk tekstil dari Amerika dan Eropa anjlok akibat resesi global. Kondisi ini bahkan membuat sejumlah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Presiden Joko Widodo akhirnya menginstruksikan agar ekspor produk tekstil ini dialihkan ke pasar domestik. Di saat bersamaan, pasar dalam negeri justru tengah banjir baju bekas impor, khususnya dari Tiongkok. Oleh karenanya, pemerintah pun akhirnya memutuskan untuk melarang penjualan baju bekas impor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2022 volume ekspor tekstil Indonesia memang melemah. Selama periode Januari--September 2022, volume ekspor industri tekstil nasional hanya mencapai 1,19 juta ton, berkurang 14,52% dibanding Januari--September tahun 2021 (year on year/yoy).

Meski dihadapkan pada tantangan berat dan ancaman resesi, perekonomian Indonesia mampu tumbuh positif sebesar 5,31% (yoy) pada 2022. Salah satu sektor yang menjadi katalis dalam mendorong kinerja ekonomi nasional yaitu sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan Alas Kaki.

Pada 2022, kinerja neraca perdagangan TPT mengalami surplus sebesar USD3.71 miliar atau meningkat sebesar 3,34% dibandingkan periode sebelumnya. Sama halnya dengan alas kaki, yang mengalami surplus sebesar USD1.03 miliar atau meningkat sebesar 41% dibandingkan periode sebelumnya. Amerika Serikat dan Eropa masih menjadi negara tujuan utama ekspor kedua industri ini.

Indonesia sendiri berpotensi menjadi pasar utama, basis produksi, dan pusat ekspor industri TPT dan alas kaki dunia dengan memiliki banyak keunggulan. Indonesia menjadi negara dengan tingkat ekonomi terbesar ke-16 di dunia, memiliki peluang terjadinya resesi yang sangat kecil yakni sebesar 3% pada 2023, memiliki pasar domestik yang sangat besar dengan jumlah penduduk mencapai 273 juta, bonus demografi yang meningkat secara signifikan, serta kondisi politik dan ekonomi yang relatif stabil.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada beberapa bulan terakhir di 2022 menunjukkan sinyal positif. Kondisi tersebut tecermin dari tren level ekspansi nilai Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang mengalami peningkatan sejak diluncurkan pada November 2022 lalu serta Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur S&P Global yang menunjukkan ekspansi sejak September tahun lalu. Hal tersebut juga sejalan dengan pertumbuhan PDB industri pengolahan yang mencapai 4,83% pada triwulan III-2022.

Pada awal 2023, kinerja industri pengolahan menunjukkan ekspansi. Nilai IKI pada Januari 2023 menunjukkan angka 51,54, meningkat tajam dibandingkan IKI Desember 2022 yang sebesar 50,9. Sebanyak 71,4% perusahaan menyatakan kondisi umum kegiatan usaha stabil dan membaik di bulan Januari 2023.

IKI merupakan indikator derajat keyakinan atau tingkat optimisme industri pengolahan terhadap kondisi perekonomian. IKI menggambarkan kondisi industri pengolahan dan prospek kondisi bisnis enam bulan ke depan di Indonesia.

Berdasarkan data IKI pada Januari 2023, peningkatan IKI disumbang oleh 12 subsektor industri yang ekspansi, dengan kontribusi sebesar 80,1% terhadap pembentukan PDB industri manufaktur nasional di triwulan III-2022. Industri minuman dan industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional yang sebelumnya mengalami kontraksi, pada Januari ini menunjukkan ekspansi. Sebaliknya, jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan pada bulan ini menjadi terkontraksi.

Dari 23 subsektor industri pengolahan terdapat 17 subsektor yang memiliki tren positif atau mengalami peningkatan nilai IKI. Tiga subsektor yang mengalami kenaikan tertinggi yaitu industri alat angkutan lainnya, industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi-trailer, dan industri pencetakan dan reproduksi media rekaman. Pesanan baru pada industri kendaraan bermotor, trailer dan semi-trailer, lebih banyak mendapatkan kontribusi dari pesanan domestik sebesar 77%.

Peningkatan nilai IKI pada Januari 2023 terjadi pada semua variabel pembentuk IKI. Kepercayaan industri pengolahan meningkat disebabkan oleh peningkatan pesanan baru (nilai indeks sebesar 51,14), peningkatan produksi (nilai indeks sebesar 50,35), dan penurunan volume persediaan produk (nilai indeks sebesar 54,34).

Peningkatan nilai IKI pada Januari 2023 yang cukup tinggi bersumber dari perubahan variabel IKI pesanan baru dengan kenaikan sebesar 1,07 dari 50,07 pada Desember 2022. Hal tersebut diduga banyak industri yang memperbaharui kontraknya, sehingga banyak industri yang mendapatkan pesanan baru. Nilai indeks yang meningkat terbesar kedua terjadi pada komponen produksi, yaitu sebesar 0,32.

Dalam kesempatan tersebut, juru bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menyatakan, ekspektasi kondisi kegiatan usaha enam bulan kedepan masih optimis. Selain itu, tren perusahaan yang menjawab pesimistis pun semakin menurun.

“Meskipun demikian, industri tekstil dan pakaian jadi masih berada pada level kontraksi meskipun nilai tren IKI-nya meningkat. Kemenperin mendorong belanja pemerintah pada sektor tekstil, di samping persiapan pemenuhan demand Lebaran. Selain itu, Kemenperin juga berupaya mencari pasar alternatif untuk mendorong ekspor industri tekstil dan pakaian jadi,” kata Febri.



Penulis: Eri Surtrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Kembali ke blog